Thursday, August 18, 2011

Di sinilah ku temukan "cinta"

Setelah segala kebimbangan, aku memutuskan mencoba mendaftarkan diri di sekolah itu. Sekolah Menengah Atas yang –katanya- terbaik dan favorit di kota itu. Dengan nilai UAN yang cukup tinggi untukku (tetapi ternyata cukup rendah untuk bisa masuk sekolah itu) akhirnya aku memberanikan diri. Aku bukan berasal dari SMP yang juga –katanya- terbaik di kota itu. Siswa-siswa SMP itu sudah seperti pindahan saja masuk sekolah ini. Dominan. Dan aku awalnya merasa –asing-. Hmm, lebih tepatnya takut. Takut tidak bisa mengikuti tempo berlajar, dan kekhawatiran lainnya. Lakukan saja yang terbaik.Dan percayalah, Allah melihat usahamu =)
Sekolah itu –katanya- terbaik. Tapi sekolah ya tetap saja sekolah. Ada yang rajin belajar, ada pula yang rajin nyontek. Kurva Normal. Mempertahankan prinsipmu dan menjadi idealis itu sulit. Tapi, sekali lagi lakukan saja yang terbaik. Pecayalah, Allah melihat usahamu.=)

Aku mengikuti beberapa aktivitas selain pembelajaran kelas. Aktif di PMR dan DKM. Hmm..satu kegiatan lagi, yang hampir selalu aku ikuti dan rasanya sayang sekali ditinggalkan. Mentoring Kelas setiap hari jumat.

PMR~aku suka baju putih-putihnya.aku suka juga kekeluargaannya. Rasa-rasanya untuk tahun pertama aku suka sekali berada di sini. Jadi manusia sekret. Punya temen-temen ‘menggila’. Suka sekali =D samapi akhirnya aku jadi manusia sekre sungguhan,(di)masuk(kan)bidang keskretariatan dan akhirnya (di) jadi (kan) sekretaris umum PMR. Haha. Awal mula akhirnya aku tahu, an nisaa nur citra dien bukan tempatnya di bidang kesekretariatan. Tampangku menipu sekali sepertinya =) Apapun, banyak dinamika dan pembelajaran di sini. Dan aku seperti menemukan keluarga yang menyenangkan.

DKM~ini adalah rohisnya SMA. Pernah ada suatu yang lucu. Dulu aku yang belum berhijab itu sempat kesal dengan para lelaki itu. Mereka menyebutnya ikhwan. Masa aku mau kasih uang hasil jualanan aja, orang itu menunduk dan bilang simpan saja di situ(menunjuk sebuah meja. Ya ampun, kayaknya aku juga ga akan megang-megang deh. Belakangan aku malah mengikuti jejak mereka. Godhul Bashor.)
Tempat itu, awalnya tidak terasa sehangat tempatku yang lain. Tidak terlalu aku prioritaskan. Hingga suatu hari aku sadar. Aku mencintainya. Mencintai aktivitas di dalamnya. Aku mencintainya.

Aku tidak tahu kapan tepatnya aku sadar.
Tapi kegiatan pekananku setiap jumat yang kemudian berlanjut dengan mentoring plus atau liqo itulah yang banyak menyenggol fitrahku.
Aku bahkan tidak sadar bagaimana proses itu terjadi. Mereka yang Allah kirimkan. Teteh-teteh itu membuatku mengerti dengan caranya yang lembut. Mengenalkanku pada akhlak Islam yang indah.
Aku sangat sangat ingat bagaimana seorang teh rahma tak pernah bosan menanyakan kapan aku berjilbab. Dan ketika kau memutuskan untuk itu. Ia memberikanku seperangkat seragam lengkap dan baju batiknya.
Aku sangat sangat ingat bagaimana ketika aku sudah berjilbab, sorang tes uswah dengans angat manis membenarkan jilbabku saat aku sedang merapikannya di depan kaca. Ia membuat kerudungku lebih panjang. Lebih menutup tanpa perlu menceramahiku macama-macam di saat itu.
Aku sangat-sangat ingat bagaimana lamanya berjalan bersama seorang teh izah padahal hanya dari gerbang depan ke mushola karena betapa sering teman-temanku menyapanya dan disapanya. Memberikan salam dan sesekali mengobrol. Bukan. Bukan akhwat-akhwat berjilbab lebar lainnya. Mereka anak-anak gaul, pemain basket, dan berbagai golongan lainnya.
Aku masih sangat-sangat ingat dia murabbi pertamaku hampir selalu membuat kami menunduk karena malu. Dan aku masih sangat-sangat ingat..Kelompok liqo pertamaku. Mereka. Orang-orang petama yang Allah kirimkan untukku merasakan buah manisnya iman. Sebagai jawaban rasa yang dulu sering aku pertanyakan ‘bagaimana itu mencintai karena Allah?’ Ukhuwah ini..seperi kata ia-bulan biru- sepenuhnya tentang rindu..tentang doa-doa yang terpanjat sehabis sujud-sujud Pada Sang Pemilik Hati.
Mereka saudaraku. Iman mengikat hati kami. Maka runtuhnya Iman pula yang membuat kami berjarak.

Dan segala proses selama tiga tahun itu pulalah..aku mengerti sekolah ini memang terbaik. Terbaik untukku dari Allah. Hadiah yang sangat indah. Di sinilah dakwah sekolah membesarkanku. Di sinilah, di sekolah terbaik itu aku menemukan sebuah cinta. Sebuah cinta yang penuh cahaya. Rabbi, aku mencintai sekolah ini. Aku mencintai dakwah ini. Aku sungguh-sungguh cinta.

Allahumma musyoribal qulub, syarrif qulubaanaa alaa tho’athiq, yaa muqollibal qulub, tsabbit qolbi alaa diniq.

*Tidak berada di sekolah. Bukan berarti berhenti pula menapaki jalan ini. Kampus. Sekolah. Di mana pun tempatnya punya karakteristik khas masing-masing. Tapi di mana pun itu.. Dakwah adalah cinta.
“Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan, duduk, dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot saripati energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret. .. Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.” Ust. Rahmat Abdullah.


Usaha pembuktian cinta ini masih seujung kuku..malu. tapi malu takkan berarti tanpa tindakan bukan? Jadi mari kita lakukan =) bismillah.
Untuk mereka yang masih berjuang di tempat –terbaik- itu. Buatlah mereka merasakan cinta yang kalian rasakan. Dan betapa indahnya Islam =) uhibbukum fillah =’)



No comments:

Post a Comment