Friday, March 16, 2012

Like Mother Like Son


Suasana ramai, selalu begitu saat pembagian rapor sekolahan. Ibu-ibu dan bapak-bapak ramai di depan kelas bersama anaknya masing-masing. Beberpa saling menyapa. Beberapa serius sekali menatap angka dalam rapor dan beberapa lainnya sibuk membanggakan anaknya atau…
“ Eh, Bu Darma…apa kabar?”

“ Eh, bu Tuti…Alhamdulilah baik..”( bersalaman)

“ Gmana Edo rapornya?”

“ Alhamdulilah bu…ranking 2..” (Tersenyum. Sambil mengelus kepala anaknya sudah empat tahun ini duduk di sekolah dasar)

“Waaah..bagus itu…udah cakep, putih, pinter ya Edo yaa.. Ini si Luthfi main terus terus kerjaan. Item gini. Mana raprornya jelek. Main terus sih. Itu dah emang bloon. Eh, bukannya belajar.. “ (sambil menatap anaknya debngan tampang BT. Si anak menunduk. Entah sedih atau malah sudah biasa)

“Itu Edo juga suka main kok bu”

“Iya. Tapi kan Edo pinter. Lah ini. Udah mah bloon,main terus lagi…”(mendorong sedikit tubuh si anak)

Sepanjang perjalan pulang si Ibu terus ceramah… Kayak si Edo tuh..Kayak si ini tuh..kayak si itu tuh....sambil mencubit ankanya berkali-kali..sampai tangannya merah memar senada merah rapornya..
Ah, siapa yang tahu..hatinya pun mungkin sewarna..
------------------------------

-Tengah siang di sebuah angkot yang ngetem pinggir pasar-
“ Bego dasar! Nanti-nanti ga usah dibeliin jajan lagi. Malah dijatohin! Belinya pake duit tau!”
(mencubit si anak dan tangis pun pecah)

“ Malah nagis. Berisik tau! Buruan berenti”
(mendorong si anak sampai kepala terabtuk jendela kaca. Tangis semakin keras)

“ Eh, ini anak ga bisa dikasih tau. Ga tau diri. Udah jatohin makanan. Berisik lagi”
(mencubit si anak kedua kalinya..)

Dan kali ini “berhasil”…si anak menggigit bibirnya, meremas celananya, isaknya –seakan-mereda..hanya sesegukan rendah..dan nafas yang sesak..
Ah..siapa yang tau…hatinya sedang menangis jauh lebih keras…
------------------------------

Seorang anak laki-laki 6 tahun dengan lebam biru di dagunya mendorong temannya ke tembok hingga terjatuh..memukul lengan sang teman dengan tatapan tak suka. Buku yang sedang dilihatnya baru saja diambil dengan “seenaknya” oleh si teman tanpa izin. Ia tak suka. Kakak guru melerainya..membantu bangkit si teman yang hampir mau menangis. .
***
Anak laki-laki itu teriak,seketika bersembunyi dibelakang seorang kakak gurunya sambil memegang erat rok sang kakak.. Ia baru saja pulang dari sekolah pinggiran rel sampai seorang wanita paruh baya tergeletak penuh darah di depan pintu rumahnya (kalau ruangan kayu 3x5 meter itu pantas di sebut rumah) Matanya keluar..alat reproduksinya terburai.. Kakinya penuh berlumur darah..

Allah..
Seorang lelaki 30 tahunan menengok sang kakak guru yang teriak tak kalah keras bersama sang anak. .. satu…dua…orang2 berkumpul..
Mereka mendengar…sebagian melihat..ibu itu baru saja melahirkan anak ketiganya sampai si suami tak ada yang tau sebabnya membunuh istrinya..membawa lari anaknya yang masih merah..melenggang begitu saja keluar ruangan kayu itu..
Mereka mendengar..sebagian melihat.. tapi lebih dari sering teriakan bersahut-sahutan dari bilik-bilik kayu mereka…Terlalu biasa dan berlalu saja seperti suara keras dari kereta yang lewat..
Mereka mendengar..sebagian melihat.. tapi menutup telinga..mata.. (atau juga hati) rasanya menjadi pilihan yang paling tepat.
***
Anak-laki-laki itu menatap kosong kereta yang baru lewat. Sehari sudah ibunya mati dibunuh sang ayah. Ayahnya belum lagi pulang ntah ke mana.
Apa yang bisa kau baca dari mata kosongnya?
Kakak guru memanggilnya..mengajaknya bersama menyanyikan lagu alphabet..
ah..bukahkah hidup seharusnya berlanjut?
-------------------------

Like mother like son..
Seorang kakak pernah berkata asal pada saya suatu hari.. Tak lebih dari sekedar becandaan. Sampai saya mengingatnya lagi detik ini..kata singkat itu sesungguhnya berkali-kali diajarkan dalam kelas-kelas kuliah saya.. Dan kata-kata itu sesungguhnya adalah pembelajaran yang dalam..
Bahwa KELUARGA adalah ruang pertama belajar. Bahwa KELUARGA adalah ruang utama membentuk..
banhwa KELUARGA adalah bagian penting kaderisasi untuk sebuah peradaban..
Kaderisasi kekerasan? Kaderisasi toleransi? Kaderisasi pemikiran?

Anak-anak yang mengalami kekerasan atau kejahatan (yang menyebabkan gangguan fisik dan atau mental) diprediksikan 10-12 persen per tahun dari jumlah anak dindonesia. Yang dimaksud dengan anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun, " jelas Indra Sugiarno, yang juga Ketua Satuan Tugas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.Data kasus yang dilaporkan ke kepolisian, setiap tahun ada sekitar 450 kasus kekerasan pada anak dan perempuan. Sebanyak 45 persen dari jumlah kasus itu, adalah anak korbannya. (Yurnaldi, April 2008)

Kasus kekerasan pada anak di Indonesia makin lama semakin bertambah. Hal ini pun bisa saja meningkat jika masyarakat tetap melakukan kekerasan pada anak. Selama tahun 2010, kasus kekerasan yang menimpa anak-anak melonjak tajam. Tercatat ada 2.335 kasus kekerasan terhadap anak atau naik 17 persen dibandingkan 2009. Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, jika pada tahun-tahun sebelumnya tidak ditemukan kekerasan terhadap anak di bawah satu tahun, namun pada tahun 2010 ini Komnas Perlindungan Anak (PA) menemukan sejumlah kasus kekerasan pada anak yang masih berusia di bawah satu tahun. (Esti Murdiastuti, 2010)

Pantas saja jika kita kehilangan sosok pemimpin bangsa. Kita pun sedang kritis dalam kepemimpinan terkecil dari suatu negara.. Model dasar anak-anak bangsa. KELUARGA..

Apa yang bisa kita lakukan?

*bergetar ketika membaca pesan seorang kakak.. Rabbi..lagi-lagi mengeluh bukanlah solusi…dan lagi2 sayangnya sebuah tangisan nyatanya tak mampu memotong rantainya..maka ketika kami sudah hampir putus asa..Engkaulah cahaya yang meberi kami harapan..sebuah gambaran sebuah masa yang hijau..dan dengan harapan itu kami terus bergerak..melakukan apa yang bisa kami lakukan..sebagai seorang arsitek peradaban…

dan untukmu..untuk kita.. para orang tua, kakak, guru… apakah kita patut tertawa melihat anak belum lagi 6 tahun merokok lalu bicara bahasa kasar? Apakah kita begitu puas memaki seorang anak di depan umum? Apakah kita merasa yang paling benar dan hebat saat membanding-bandingkan warna seorang anak dengan yang lainnya? Apakah uang sudah menjadi cukup bukti sebuah perhatian? Apakah…apakah…apakah..?

Sebuah KELUARGA adalah penyusun utama batu bata peradaban DUNIA*

Kristal. Lagi2 dalam tulisan tak berstruktur.

No comments:

Post a Comment